Google
 

Daftar Perda

Peraturan Daerah (Perda) Kewajiban Pandai Baca Dan Tulis Al-Quran Dan Mendirikan Shalat Bagi Anak Sekolah Dan Calon Pengantin Yang Beragama Islam

Nomor: 08      Tahun: 2004
Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kab. Pesisir Selatan



Peraturan Daerah (Perda) Pengelolaan Zakat

Nomor: 29      Tahun: 2004 Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kota Bukittinggi


Berpakaian Muslim Dan Muslimah

Nomor: 02      Tahun: 2003
Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kab. Sawahlunto/Sijunjung



Berpakaian Muslim Dan Muslimah Bagi Siswa, Mahasiswa Dan Karyawan

Nomor: 22      Tahun: 2003
Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kab. Pasaman



Hubungan Tata Kerja Majelis Permusyawaratan Ulama Dengan Eksekutif Legislatif Dan Instansi Lainnya

Nomor: 09      Tahun: 2003 Seri: Organisasi/Lembaga     Propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam     


Kewajiban Berpakaian Muslim Dan Muslimah

Nomor: 05      Tahun: 2003
Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kab. Lima Puluh Koto



Peraturan Daerah (Perda) Kewajiban Pandai Baca Dan Tulis Al-Quran Bagi Anak Sekolah Dan Calon Pengantin


Nomor: 06      Tahun: 2003
Propinsi: Sumatera Barat       Kabupaten/Kota: Kab. Lima Puluh Koto



Peraturan Daerah (Perda) Kewajiban Pandai Membaca Al-Qur'an Bagi Anak Usia Sekolah, Karyawan/Karyawati Dan Calon Mempelai


Nomor: 01      Tahun: 2003
Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kab. Sawahlunto/Sijunjung



Khalwat (Mesum)

Nomor: 14      Tahun: 2003
Propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam     



Maisr (Perjudian)

Nomor: 13      Tahun: 2003
Propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam     



Peraturan Daerah (Perda) Pengelolaan Zakat

Nomor: 31      Tahun: 2003
Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kab. Pesisir Selatan



Nomor: 13      Tahun: 2003
Propinsi: Sumatera Barat      Kabupaten/Kota: Kab. Solok



Tentang Minuman Khamar Dan Sejenisnya

Nomor: 12      Tahun: 2003
Propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam     



Peraturan Daerah (Perda) Pengelolaan Zakat

Nomor: 07      Tahun: 2004 Propinsi: Nanggroe Aceh Darussalam     


Peraturan Daerah (Perda) Bebas Buta Aksara Al-Qur'an Pada Pendidikan Tingkat Dasar Dalam Wilayah Kabupaten Gowa

Nomor: 07      Tahun: 2003 Propinsi: Sulawesi Selatan      Kabupaten/Kota: Kab. Gowa

Perda No. 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar Dan Sejenisnya





QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

NOMOR 12 TAHUN 2003


TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA


BISMILLAHIRRATIMANIRRAHIM

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM













Menimbang

:

a. bahwa Keistimewaan dan Otonom Khusus yang diberikan untuk Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, antara lain bertujuan mengaplikasikan Syari’at Islamdalam kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman, tenteram, adil dan tertib guna mencapai ridha Allah;

b. bahwa mengkonsumsi Minumankhamar dan sejenisnya merupakan pelanggaran terhadap Syari’at Islam, merusak kesehatan, akal dan kehidupan masyarakat dan berpeluang timbul maksiat lainnya;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a den b perlu membentuk. Qanun tentang Larangan Minuman Khamar dan sejenisnya.



Mengingat

:

(1) Al-Qur’an

(2) Al-Hadits;

(3) Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945

(4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara RepuhlikIndonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan LembaranNegara Nonnor 11 (13);

(5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentng Kitab Undang.undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

(6) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

(7) Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3892)

(8) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 114, tambahan Lembaran Negara Ncmor 4134);

(9) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);

(10) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi vertikal di daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);

(11) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan sebagai propinsi Daerah Otonom (Lembaran Negara Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

(12) Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian minuman Beralkohol;

(13) Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang tentang teknis

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 nomor70);

(14) Keputusan Menteri Dalann Negeri Nomor 23 Tahun 1966 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah;

(15) lnstruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997, tentang Larangan, Pengawasan, Penertiban, peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di Daerah;

(16) Peraturan Daerah (Qanun) Provinsi Nanggroe Aceh, Darussalam Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syani’at Islam (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);

(17) Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4);

(18) Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor II Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5)


Dengan Persetujuan



DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM


MEMUTUSKAN








Menetapkan

:

QANUN PROPINSI DAERAH ISTIMEWAACEH TENTANG TENTANG MINUMAN KHAMAR DAN SEJENISNYA


BABI

KETENTUAN UMUM


Pasal I


Dalam Qanun ini yang dmaksud dengan

1. Daerah adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah GUBERNUR beserta perangkat Iainnya sebagai badan eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota beserta perangkat pemerintah Kabupaten/Kota sebagai badan eksekutif Kabupaten/Kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

4. GUBERNUR adalah GUBERNUR Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,

5. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota Kabupaten/Kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

6. Camat adalah kepala pemerintahan di kecamatan.

7. Imum Mukim/Kepala Mukim adalah pimpinan dalam satu kesatuan masyarakat hukum yang terdiri atas gabungan beberapa gampong.

8. Keuchik adalah Kepala pemerintahan terendah dalam suatu kesatuan masyarakat hukum di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.

9. Masyarakat adalah himpunan orangorang yang berdomisili di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

10. Mahkamah adalah Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/kota dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

11. Wilayatui Hisbah adalah lembaga yang bertugas membina, mengawasi dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan amar makruf nahi mungkar.

12. Polisi adalah Polisi Nanggroe Aceh Darussalam yang diberi tugas dan wewenang khusus menangani pelaksanaan penegakan Syari’at Islam.

13. Penyidik adalah Penyidik Umum dan/atau penyidik Pegawai Negeri Sipil,

14. Penyidik pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh GUBERNUR yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan pelanggaran Syari’at Islam,

15. Jaksa adalah Jaksa Nanggroe Aceh Darussalam diberi tugas dan wewenang menjalankan tugas khusus dibidang Syari’at Islam;

16. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi tugas dan wewenang khusus untuk melaksanakan penuntutan di bidang Syari’at dart melaksanakan penetapan dan putusan hakim Mahkamah;

17. Pejabat yang berwenang adalah Kepala Polisi Nanggroe Aceh Darussalam dari/atau pejabat lain di lingkungan yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

18. Jarimah adalah perbuatan yang diancam dengan Uqubah qishasil-diat, hudud, dan ta’zir.

19. Uqubat adalah ancaman ‘uqubat terhadap pelanggaran jarimah qishas-diat, hudud dan ta’zir.

20. Khamar dan sejenisnya adalah minuman yang memabukkan, apabila dikonsumsi dapat menyebabkan tenganggu kesehatan, kesadaran dan daya pikir.

21. Memproduksi adalah sertangkaian kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, dan/atau mengubah bentuk menjadi Minuman khamar dan sejenisnya.

22. Mengedarkan adalah setiap kegiatan atau sertangkaian kegiatan dalam rangka penyaiuran Minuman khamar dan sejenisnya kepada perorangan dan/atau masyarakat.

23. Mengangkut adalah setiap kegiatan atau sertangkaian kegiatan membawa Minuman khamar dan sejenisnya dan suatu tempat ke tempat lain dengan kenderaan atau tanpa mcnggunakn kenderaan.

24. Memasukkan adalah setiap kegiatan atau sertangkaian kegiatan membawa Minuman khamar dan sejenisnya dan daerah atau negara lain ke datam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

25. Memperdagangkan adaiah setiap kegiatan atau sertangkaian kegiatan dalam rangka penawaran, penjualan atau memasarkan Minuman khamar dan sejenisnya.

26. Menyimpan adalah menempatkan khamar dan sejenisnya di gudang, hotel, penginapan, osmen, wisma, bar, restoran, warung kopi, rumah makan, kedal, kios dan tempat-tempat lain.

27. Menimbun adalah mengumpulkan Minuman khamar dan sejenisnya di gudang, hotel, penginapan, losmen, wisma, bar, restoran, warung kopi, rumah makan, kedai, kios dan tempat-tempat lain.

28. Mengkonsumsi adalah memakan atau meminum Minuman khamar dan sejenisnya baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan arang lain.


BAB II

RUANG UNGKUP DAN TUJUAN


Pasal 2


Ruang tingkup larangan Minuman khamar dan sejenisnya adalah segala bentiik kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan segala Minuman yang memabukkan.


Pasal 3


Tujuan larangan Minuman khamar dan sejenisnya ini:

a. Melindungi masyarakat dan berbagai bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang merusak akal;

b. Mencegah terjadinya perbuatan atau kegiatan yang timbul akibat Minuman khamar dalam masyarakat;

c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencegah dan memberantas terjadinya perbuatan Minuman khamar dan sejenisnya.


BAB III

LARANGAN DAN PENCEGAHAN


Pasal 4


Minuman Khamar dan yang sejenisnya hukumnya haram


Pasal 5



Setiap orang dilarang mengkonsumsi Minuman khamar dan sejenisnya.


Pasal 6


(1) Setiap orang atau badan hukum/badan usaha dilarang memproduksi menyediakan, menjual, memalsukan mengedarkan, mengangkut, menyimpan, menjual, memperdagangkan, menghadiahkan dan mempromosikan Minuman khamar dan sejenisnya.

(2) Setiap orang atau badan hukum dilarang turut serta/membantu memproduksi, menyediakan, memasukkan, menjual, mengedarkan, mengangkut, menyimpan, menimbun, memperdagangkan dan memproduksi minuman khamar dan sejenisnya.


Pasal 7


(1) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi badan hukum dan atau badan usaha yang dimodal asing dan mempekergunakan tenaga asing.


Pasal 8


Instansi yang berwenang menerbitkan izin usaha hotel, penginapan, losmen, wisma, bar, restoran, warung kopi, rumah makan, kedai, kios, dan tempat-tempat lain dilarang melegaiisasikan penyediaan Minuman khamar dan sejenisnya.


Pasal 9





Setiap orang atau kelompok/institusi masyarakat berkewajiban mencegah perh’atan Minuman khamar dan sejenisnya


BAB IV

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 10


(1) Masyarakat berperanserta dalam upaya pemberantasan Minuman khamar dan sejenisnya.

(2) Masyarakat wajib meiapor kcpada pja.bat yang harwerianc baik sccaia san maupun terus apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap larangan minuman khamar dan sejenisnya.


Pasal 11


Wujud peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah melapor kepada pejabat yang berwenang terdekat, apabila mengetahul adanya perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampal Pasal 7.


Pasal 12


Dalam hal pelaku pelanggaran tertangkap tangan oleh warga masyarakat, maka pelaku beserta barang bukti segera disertahkan kepada pejabat yang berwenang.


Pasal 13


Pejabat yang berwenang wajib memberikan Perlindungan dan jaminan keamanan kepada pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau orang yang menyerahkan pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.


Pasal 14


Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 apabila lalai dan/atau tidak memberikan Perlindungan dan jaminan keamanan dapat dituntut oleh pelapor dan/atau pihak pelapor pihak yang menyerahkan tersangka.


Pasal 15


Tata cara penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang beaku dan diajukan ke Mahkamah.


BAB V

PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

Pasal 16


(1) GUBERNUR, Bupati/walikota, Camat, Imum Mukim daan Keuchik berkewajiban meakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampal Pasal 8.

(2) Untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap petaksanaan Qanun ini, GUBERNUR, Bupati/WaIikota membentuk Wilayatut Hisbah.

(3) Susunan den kedudukan Wilayatul Hisbah diatur lebih anjut dengan Surat Keputusan GUBERNUR seterlah mendengar pendapat Majelis Permusyawaratan Ulama setempat.


Pasal 17


(1) Dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, Pejabat Wilayatul Hisbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (20 Pasal 16 yang mengetahui pelaku pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai Pasal 8, menyampaikan laporan secara tertulis kepada penyidik.

(2) Dalam melaksanakan fungsi pembinaannya, Pejabat Wilayatui Hisbah dapat memberi peringatan dan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku sebelum menyerahkan Iaporannya kepada penyidik.

(3) Pejabat Wilayatul Hisbah wajib menyampaikan laporan kepada penyidik tentang telah dilakukan peringatan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).


Pasal 18


Wilayatul Hisbah dapat mengajukan gugatan praperadilan kepada Mahkamah apabila laporannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasat 17 tidak ditindakianjuti oleh penyidik tanpa suatu alasan yang sah setelah jangka waktu 2 (dua) bulan sejak laporan diterima penyidik.


BAB VI

PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN

Pasal 19


Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran larangan khamar den sejenisnya dilakukan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku sepanjang tidak diatur dalam Qanun ini.


Pasal 20


Penyidik adalah

a. pejabat Polisi Nanggroe Aceh Darussalam;

b. pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan bidang Syari’at Islam;


Pasal 21


1. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasat 20 mempunyai wewenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dan seseorang tentang adanya jarimah khamar;

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa tanda pengenal dirinya;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledehan dan penyitaan;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. mengambil sidikjari dan memotret seseorang

g. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. menghentikan penyelidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan jarimah khamar dan memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluanganya dan Wilayatul Hisbah

j. mengadakan tindakan lain menurut menurut aturan hukum yang berlaku.

2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 20 mempunyai wewenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berada di bawah koordinasi penyidik umum

3. Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.


Pasal 22


Untuk kepentingan penyidikan, Balai Pemeriksaan Obat Makanan (BPOM) wajib melakukan pemeriksaan dan pengujian kimiawi terhadap Minuman atau makanan yang diduga mengandung alkohol atau ethanol atau sejenisnya, yang beredar di kalangan masyarakat atau yang ditemukan oleh penyidik, dalam rangka memperlancar proses penyidikan


Pasal 23


Setiap penyidik yang mengetahui dan/atau menerima laporan telah terjadi pelanggaran terhadap larangan khamardan sejensnya wajib segera nnelakukan penyidikan.


Pasal 24


Penuntut umum menuntut perkara jarimah khamar dan sejenisnya yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 25


Penuntut umum mempunyai wewenang:

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dan penyidik;

b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada periyidikan dan memberi petunjuk dalam rangka penyempumaan penyidikan dan penyidik;

c. membeni perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau mengubah sifatus tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. meumpahkan perkara ke Mahkamah;

f. menyampaikan pemberitahlian kepada terdakwa tentang ketentuan han dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

g. melakukan penuntutan;

h. mengadakan tindakan lain dalam Ungkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut hukum yang berlaku;

i. melaksanakan putusan dan penetapan hakim.


BAB VII

KETENTUAN ‘UQUBAT


Pasal 26


(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diancam dengan uqubat hudud 40(empat puluh) kali cambuk.

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagalamana dimaksud dalam Pasal 6 samiai Pasal 8 diancam dengan ‘Uqubat ta’zir berupa kurungan paling lama 1 (satu) tahun, paling singkat 3 (tiga) bulan darlatau denda paling banyak Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah), paling sedikitRp 25.000.000,- (dua puluh lIMA juta rupiah).

(3) Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah jarimah hudud.

(4) Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 sampai Pasal 8 adalah Jarimah ta’zir


Pasal 27





Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 26 merupakan penerimaan Daerah dan disetor langsung ke kas baitulMal.


Pasal 28


Terhadap barang-barang/benda-benda dipergunakan dan/atau diperoleh dan jarimah Minuman khamar dirampas untuk Daerah atau dimusnahkan.


Pasal 29


Pengulangan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, ‘uqubatnya dapat ditambab 1/3 (sepertiga) dari ‘uqubat maksimal.


Pasal 30


Pelanggaran terhadap ketentuan sebagamana dimaksud dalam Pasal 6 sam pasal 8

a. apabila ditakukan oleh badan hukum/badan usaha, maka uqubatnya dijatuhkan kepada penanggung jawab;

b. apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain ‘uqubat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 26, dapat juga dikenakan ‘uqubat administratif dengan mencabut atau membatalkan izin usaha yang telah diberikan.


BAB VII

PELAKSANAAN ‘UQU BAT

Pasal 31


a. Uqubat cambuk dilakukan oleh seorang petugas yang ditunjuk oleh Jaksa Penuntut Umum.

b. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Jaksa Penuntut Umum harus berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Qanun ini dan/atau ketentua yang akan diatur dalam Qanun tentang huki-n ioirm.


Pasal 32


(1) Pelaksanaan ‘uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Perundaan pelaksanaan ‘uqubat hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan dan Kepala Kejaksaan apabila terdapat hal-hal yang membaliayakan terhukum setelah mendapat keteyangan dokter yang berwenang.


Pasal 33


(1) ‘Uqubat cambuk dilakukan di tempat yang dapat disaksikan orang banyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan dokter yang ditunjuk.

(2) Pencambukan dilakukan. dengan Rotan yang berdiameter 0,75 s/d 1(satu) senti meter, panjang I (satu) meter dan. tidak mempunyai ujung ganda/belah.

(3) Pencambukan dilakukan pacta bagian tubuh kecuali kepala, muka, leber, dada dan kemaluan.

(4) Kadar pukulan atau cambukan tidak sampai melukai.

(5) Terhukum laki-laki dkanmbuk dalam posisi berdiri tanpa penyangga, tanpa diikat, dan memakai baju tipis yang menutup aurat. Sedangkan penempuan dalam posisi duduk dan ditutup kain di atasnya.

(6) Pencambukan terhadap perempuan hamil dilakukan setelah 60 (enam puluh) han yang bersangkutan melahirkan.


Pasal 34


Apabila selama pencambukan timbul hal-hal yang membahayakan terhukum berdasarkan pendapat dokter yang ditunjuk, maka sisa cambukan ditunda sampai dengan waktu yang memungkinkan



Pasal 35



Pelaksanaan ‘uqubat kurungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)pasal 20 dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 36


Dengan berlakunya Qanun ini, maka Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 4 Tahun 1999 tentang Larangan Minuman beralkohol di Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Nomor 4 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi.


Pasal 37


Sebelum adanya hukum acara yang diatur dalam Qanun tersendiri, maka hukum acara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang. Hukum Acara Pidana, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya tetap berlaku sepanjang tidak diatur di dalam Qanun


BAB X

KETENTUAN PEN UTUP

Pasal 38


Hal-haL yang menyangkut dengan teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.


Pasal 39


Qanun ini, mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Agar setiap orang mengetahuinya, memeririntahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran daerah Provins Nanggroe Aceh Darussalam


Disahkan di Banda Aceh

Pada tanggal, l5 Juli 2002

15 Jumadil Awal 1424 H





GUBERNUR

PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Dto

ABDULLAH PUTEH




Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh

pada tanggal 16 Juli 2004 M

16 Jumadil Awal 1424 H

SEKRETARIS DAERAH PROPINSI

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Cap/Dto

THANTAWI ISHAK

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2003 NOMOR 25 SERI D NOMOR 12


Peraturan Daerah No. 31 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Zakat

PERATURAN DAERAH
KABUPATEN PESISIR SELATAN
NOMOR: 31 TAHUN 2003

TENTANG


PENGELOLAAN ZAKAT


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PESISIR SELATAN

Menimbang

:

a. bahwa sesuai dengan syariat Islam membayar Zakat merupakan salah satu kewajiban bag para peamiliknya yang terhadap harta tela sampai nisabnya;

b. bahwa untuk mewujudkan maksud point a diatas sesuai dengan Undang-undang Nomo 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

Mengingat

:

1. Firman Allah dalam Surat Attaubah ayat (103) tentang Kewajiban suatu Badan / Lembaga untuk mengumpulkan Zakat dan Muzakki dan Surat Al Baqarah ayat 267 tentang Bentuk-bentuk usaha yang menghasilkan yang wajib dizakatkan apabila sudah sampai senisab;

2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah Jis Undang-undang Nornor 21 Dct.Tahun 1957 Jo Undang-undang Nomor 58 Tahun 1958;

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49 tambahan Lembaran Negara Nomor 3400);

4. Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah; (Lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839;

5. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertical di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1988 Nomor 10)

7. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

8. Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 17 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok pengelolaan Pemerintahan Nagari

Dengan Persetujuan


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN PESISIR SELATAN

MEMUTUSKAN

Menetapkan

:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT




BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


a. Daerah adalah Kabupaten Pesisir Selatan;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan;

c. Bupati adalah Bupati Pesisir Selatan;

d. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh orang seorang muslim atau Badan yang diamiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan Agama untuk dberikan kepada yang berhak rnenerimanya.

e. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.

f. Amil zakat adalah Badan atau Lembaga yang bertugas mengurusi harta zakat secara keseturuhan;

g. Badan Amil Zakat adalah Organisasi pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah terdiri dan unsur masyarakat dan Pemerintah dengan tugas mengumpulkan,mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan Agama Islam;

h. Lembaga Amil Zakat adalah Institusi Pengelola Zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang dakwah pendidikan sosial dan kemaslahatan umat islam;

i. Agama adalah agama Islam;

j. Muzakki adalah orang atau badan yang diamiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat;

k. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima Zakat.

l. Nishab adalah jumlah minimal dan harta kekayaan seseorang/Badan yang telah wajib dikeluarkan zakatnya;

m. Zakat Mal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang diamiliki oleh orang muslin sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya;

n. Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kekayaan melebihi kebutuhan pokok Han Raya Idhul Fitri;

o. Infak adalah membelanjakan / mengeluarkan harta dijalan Allah;

p. Shadaqah adalah suatu pemberian yang diberikan oleh seorang Muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu sebagai suatu kebajikan dengan mengharapkan ridho Allah semata,

q. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dan seseorang kepada orang lain atau Badan Amil Zakat/ Lembaga Amil Zakat yang dilaksanakan pada waktu orang itu hidup;

r. Wasiat adalah Pernberian suatu benda dan pewanis kepada orang lain / Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat yang dilakukan setelah yang berwasiat meninggal dunia;

s. Harta Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang beragama islam untuk pewaris baik berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya yang diserahkan kepada Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat berdasarkan Hukum Islam dan ketentuan-ketentuan lain yang berlaku;

t. Kafarat adalah denda wajib bagi seseorang yang berlaku. melanggar aturan agama Islam yang diserahkan kepada Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

u. Rikaz adalah harta terpendam dari msa jahiliyah yang diperoleh dengan tidak membutuhkan biaya dan tanpa bersusah payah.

BAB II
KEWAJIBAN MEMBAYAR ZAKAT

Pasal 2

(1) Setiap muzakki di Kabupaten Pesisir Selatan wajib menunaikan zakat apabila telah sampai nisabnya.

(2) Disamping membayar zakat dianjurkan untuk berinfak, bersadaqah,berwaqaf, menunaikan wasiat, melaksanakan harta warisan dan membayarkan kifarat.


Pasal 3


Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan den pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat.




BAB III

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 4

Pengelolaan zakat berazaskan ajaran Agama Islam yang dilandasi iman dan taqwa kepada Allah SWT keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

Pasal 5

Pengelolaan zakat bertujuan :

1. Meningkatkan Pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat.

2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya menunaikan zakat.

3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

BAB IV

PENGELOLAAN ZAKAT

Pasal 6

(1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh Bupati.

(2) Badan Amil Zakat disemua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informative.

(3) Pengurus Badan Amal Zakat terdiri dari unsur Ulama, kaum Cendikia, Tokoh Masyarakat, Wakil Pernerintah yang memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, propesional dan berintegritas tinggi.

Pasal 7

(1) Lembaga Amil Zakat dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi Pernerintah.

(2) Pengurus Lembaga Amil Zakat sebagaimana yang dimaksud ayat (1) harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Berbadan Hukum.

2. Memiliki data Muzakki dan Mustahid.

3. Memiliki Program Kerja.

4. Memiliki Pembukuan.

5. Melampirkan persyaratan bersedia diaudit.

Pasal 8

(1) Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat dalam mengumpulkan zakat dari muzakki dibantu oleh Unit Pengumpul Zakat ( UPZ).

(2) Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat dalam melaksanakan tugasnya harus bersikap proaktif melalui kegiatan sosialisasi, komunikasi, informasi dan transpàransi.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat bertanggung jawab kepada Pemerintah sesuai dengan tingkatannya dan kepada Allah SWT.

BAB V

PENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 9

(1) Zakat terdiri dan Zakat Mal dan Zakat Fitrah.

(2) Harta yang dikenal Zakat adalah:

a. Emas, Perak dan Uang.

b. Perdagangan dan Perusahaan.

c. Hasil pertanian, hasil penkebunan dan hasil penikanan.

d. Hasil pertambangan.

e. Hasil peternakan.

f. Hasil pendapatan dan Jasa.

g. Rikaz.

(3) Perhitungan Zakat Mal menurut Nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum islam.


Pasal 10

(1) Pengumpulan Zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat dengan cara menerima atau mengambil dan muzakki atas pemberitahuan muzakki atau mendatangi Muzakki yang hartanya sudah mencapai senisab.

(2) Badan amil zakat dapat bekerjasama dengan Bank da!am pengumpulan zakat harta Muzakki yang berada di Bank atas perinintaan muzakki dan memasukkan kedalam Rekening Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Pesisir Selatan.

(3) Badan Amil Zakat dapat menerima harta setain Zakat, seperti Wakaf, infaq, Shadaqah, Hibah, Wasiat, harta warisan dan Kifarat.

Pasal 11

(1) Badan Amil Zakat Lembaga Amil Zakat melakukan pembinaan dan pendekatan keagamaan kepada Muzakki untuk membayarkan zakatnya.

(2) Muzákki dapat melakukan perhitungan sendiri hartanya yang wajib dizakatkan, berdasarkan hukum lsam.

(3) Dalam hal Muzakki tidak dapat menghitung sendiri hartanya yang wajib dizakatkan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka Muzakki dapat meininta bantuan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat untuk menghitung harta yang wajib dizakatkan.

(4) Zakat yang te!ah dibayarkan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat dikurangkan dan Laba atau pendapatan sisa kena pajak/retribusi dan wajib pajaklretribusi yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI
ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN AMIL ZAKAT DAERAH

Bagian Kesatu
Susunan Organsasi

Pasal 12

(1) Badan Amil Zakat Daerah meliputi Badan Amil Zakat Kabupaten dan Kecamatan.

(2) Badan Amil Zakat Kabupaten Pesisir Se1atan berkedudukan di Ibukota Kabupaten.

(3) Badan Amil Zakat Kecamatan berkedudukan di Ibukota Kecamatan.

Pasal 13

(1) Badan Amil Zakat Daerah terdini atas Dewan Pertimbangan Komsi, Pengawas dan Unsur Pelaksana.

(2) Unsur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang Ketua, beberapa orang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, seorang Bendahara, Seksi Pengumpulan, Seksi Pendistribusian Seksi Pendayagunaan dan Seksi Pengembangan.

(3) Pejabat Urusan Agama ditingkat Kabupaten dan Kecamatan, karena jabatannya menjadi Sekretanis Badan Amil Zakat.

(4) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdri atas seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seoran Sekretaris, seorang Wakil Sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang Anggota.

(5) Komsi Pengawas sebagaimana dimaksud pads ayat (1) terdiri atas seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, seorang Wakil Sekretaris dan sebanyakbanyaknya 5 (lima) orang anggota.

Pasal 14


(1) Badan Amin Zakat Kecamatan terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.

(2) Unsur Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang Ketua, beberapa orang Wakit Ketua, seorang Sekretaris, seorang Wakil Sekretaris, seorang Bendahara, Urusan Pengumpul, Urusan Pendistribusian, urusan Pendayagunaan dan urusan Penyuluhan.

(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang Ketua, seorang Wakil. Ketua, seorang Sekretaris, Seorang Wakif Sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota:

(4) Komsi Pengawas sebagaimana dimaksud pada terdiri atas seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, Sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) anggota.

Pasal 15

(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang hartanya sampai senisab maka Badan Amil Zakat Daerah dan Kecarnatan membentuk Unit Pengumpul Zakat.

(2) Badan Amil Zakat Daerah membentuk Unit Pengumpul Zakat pada Instansi/Lembaga Pemerintah dan swasta, Perusahaan-pereusahaan dan pada Instansi/Lembaga perangkat Daerah Tk,II, SLTP, SLTA dan sederajat,

(3) Badan Amil Zakat Kecamatan dapat pula membentuk Unit Pengumpul Zakat pada Instansi / Lembaga Pemerintah dan Swasta, Perusahaan-perusahaan yang ada pada Tingkat Kecamatan dan Nagari.

Bagian Kedua
Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab

Pasal 16

(1) Unsur Pelaksana pada Badan Amil Zakat Daerah bertugas:

a. Menyelenggarakan tugas adininistrasi dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan zakat serta melaksanakan penelitian dan pengembangan.

c. Menyelenggarakan penyuluhan dan bimbingan tentang Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 dalam hal pengelolaan zakat.

(2) Badan Amil Zakat kabupaten mempunyai kewenangan mengumpul zakat dan Muzakki ditingkat Kabupaten.

(3) Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Daerah bertugas memberikan pertimbangan kepada unsur dan pelaksana baik diminta maupun tidak datam pelaksanaan tugas organisasi.

(4) Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Daerah bertugas melaksanakan pengawasan terhadap unsur pelaksanaan Badan Amil Zakat.


Pasal 17

(1) Unsur Pelaksana Amil Zakat Kecamatan bertugas:

a. Menyelenggarakan tugas administrasi dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

b. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengelolaan Zakat serta melaksanakan penelitian pengembangan pengeloaan Zakat.

c. Menyelenggarakan bimbangan dibidang pengeIoaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

(2) Badan Amal Zakat Kecamatan mempunyal kewenangan mengumpulkan Zakat dan Muzakki ditingkat Kecamatan.

(3) Dewan Pertimbangan Badati Amil Zakat Kecamatan bertugas memberikan pertimbangan kepada Unsur PeLaksana Badan Amfl Zakat baik diininta maupun tidak dalam pelaksanaan tugas organisasi.

(4) Komisi Pengawas Badan Amal Zakat Kecamatan bertugas metaksanakan pengawasan terhadap unsur pelaksana Badan Amil Zakat.

Pasal 18

(1) Masa tugas kepengurusan Badan Amil Zakat dan Lembaga Amal Zakat adalah setama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 X periode berikutnya.

(2) Apabif a diantara petugas yang t&ah diangkat tidak dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang benlaku, dapat ditakukan penggantian sampal berakhirnya masa kepengurusannya.


Pasal 19


Ketua Badan Amal Zakat disemua tingkatan bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik kedalam maupun keluar.

Bagian Ketiga
Tata Kerja


Pasal 20


Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing Badan Amil Zakat disemua tingkat menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronIsasi dilingkungan masing-masing serta melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar Badan Amil Zakat disemua tingkatan.


Pasal 21

(1) Setiap Pimpinan Satuan Organisasi dilingkungan BAZ dan LAZ bertanggung jawab meinimpin, mengkoordinasikan dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas sesuai dengan bidangnya.

(2) Setiap satuan organisasi dillngkungan BAZ dan LAZ ‘ wajlb mengikuti dan mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab atas pefaksanaan tugasnya, menyampaikan laporan secara berkaa tepat pada waktunya.

(3) Setia, pimpinan satuan organisasi Badan Amil Zakat dan Lembaga Arnhl Zakat menyampaikan aporan kepada Ketua BAZ dan LAZ melalul Sekretaris dan Sekretaris menerima laporan tersebut serta menyusun laporan berkala BAZ dan LAZ kepada Bupati dan tembusannya kepada DPRD.

Pasal 22


Setiap laporan yang diterima oeh Pimpinan BAZ dan LAZ dan masyarakat wajib diolah dan digunakan sebagai bahan untuk pembinaan selanjutnya.


Pasal 23


Dalam metaksanakan tugasnya setiap Pimpinan Satuan Organisasi dilingkungan BAZ dan LAZ dalam rangka Pelaksanaan tugasnya wajib mengadakan rapat secara berkala.


BAB VII
PENGUKUHAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DAERAH

Pasal 24

(1) Pengukuhan Kelembagaan Amil Zakat dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Bupati meakukan pengukuhan Lembaga Amil Zakat Daerah atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten.

(3) Camat melakukan pengukuhan Lembaga Amil Zakat Kecamatan atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.

Pasal 25

Pengukuhan sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 dilakukan atas permohonan Lembaga Amil Zakat setelah memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur pasal 7 ayat (2).


BAB VIII
LINGKUP KEWENANGAN PENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 26


Lingkup Kewenangan Pengumpulan Zakat oleh Badan Amil Zakat sebagai berikut:


a. Badan Amil Zakat Daerah mengumpukan Zakat dan Muzakki pada Instansi/Lembaga Pemerintah dan Swasta, Perusahaan-perusahaan dan pada Instansi/Lembaga Perangkat Pemerintah Daerah.

b. Badan Amal Zakat Kecamatan mengumpulkan Zakat dan Muzakki pada Instansi/Lembaga Pemerintah dan Swasta, serta para pedagang di Kecamatan.

c. Unit pengumpulan zakat di Nagari dan atau di Lembaga/Instansi Pemerintah/Swasta mengumpukan Zakat dan Muzakki dilingkungan masing-masing.

Pasal 27


Pembayaran Zakat dapat dilakukan kepada Unit Pengumpul Zakat Badan Amil Zakat Kabupaten dan Kecamatan secara langsung atau melalui rekening pada Bank.

Pasal 28

Dalam Iingkup kewenangan pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud pada pasal 26 termasuk kewenangan pengumpulan harta selain zakat seperti infak, shadaqah, hibah, wasiat, wanis dan kafarat.

BAB X
PENDAYAGUNAAN ZAKAT

Pasal 29

(1) Hasil pengumpulan Zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.

(2) Pendayagunaan Zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.


Pasal 30


Hasil penerimaan wakaf, infak, shadaqah, hibah, wasiat, warisan dan kifarat didayagunakan terutama untuk usah yang produktif.

Pasal 31


Pengadministrasian keuangan Zakat dipisahkan dengar pengadministrasian keuangan wakaf, infak, shadaqah, hibah, wasiat, warisan dan kifarat.

Pasal 32

(1) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:

a. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan asnaf yaitu fakir, iniskin, amil, muallaf, riqab, qharim, fissabilillah dan ibnussabil.

b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.

c. Mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing.

(2) Pendayagunaañ hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut.

a. Apabila penggunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan.

b. Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.

Pasal 33

Prosedur penggunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pasal 32 ditetapkan sebagai berikut:

a. Melakukan study kelayakan.

b. Menetapkan jenis usaha produktif.

c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan.

d. Melakukan peniantauan, penegendalian dan pengawasan.

e. Mengadakan evaluasi.

f. Membuat pelaporan.

Pasal 34

Hasil penggunaan infak, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan terutama untuk usaha produktif setelah memenuhi prosedur sebagaimana dimaksud dalam pasal 33.

BAB Xl

PENGAWASAN

Pasal 35

(1) Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat memberikan laporan tahunan hasil Audit Pelaksanaan tugas kepada:

a. Badan Amil Zakat Kecamatan kepada Bupati.

b. Badan Amil Zakat Kabupaten kepada Bupati dan DPRD Kabupaten.

(2) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan Badan Am Zakat dan Lembaga Amil Zakat.

BAB X
PERSYARATAN DAN PROSUDER PENDAYAGUNAAN
HASIL PENGUMPULAN ZAKAT

Pasal 36


Tiap pengelola zakat yang karena kelalaiaannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta Zakat, infak, Sadaqah, Hibah, Wasiat dan Kifarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Bab VII Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 diancam kurungan selamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyaknya 30 (tiga puluh) juta rupiah.


BAB XIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 37

Biaya operasional Badan Amil Zakat dibebankan pada APBD Kabupaten Pesisir Selatan.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 39

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pesisir Selatan.

Ditetapkan di Painan

Pada tanggal 27 Maret 2003

BUPATI PESISIR SELATAN

Dto

(DARIZAL BASIR)

Diundangkan diPainan

Pada tanggal 29 Maret 2003

Plh. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN
PESISIR SELATAN

Dto

(Drs. ADRIL)

NIP. 010087271

Lembaran Daerah Kabupaten Pesisir Selatan

Perda No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisr (Perjudian)

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
NOMOR 13 TAHUN 2003


TENTANG


MAISR (PERJUDIAN)

BISMILLAHIRRATIMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Menimbang

:

  1. bahwa Keistimewaan dan Otonomi Khusus yang diberikan untuk Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, arlara lain di bidang penyelenggaraan kehidupan beragama, kehidupan adat, pendidikan dan peran Ulama dalam penetapan kebijakan daerah;
  2. bahwa Maisir termasuk salah satu perbuatan mungkar yang dilarang dalam Syari’at Islam dan agama lain serta bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Aceh karena perhuatan tersebut dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan maksiat lainnya;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b perlu membentuk Qanun tentang Maisir;

Mengingat

:

1. Al - Qur’an;

2. Al-hadist

3. Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;

4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otoriom Propinsi Aceh dan Perubahan Peratu ran Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negaira Nomor 1103)

5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perujudian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3040);

6. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintanan Daerah (Lembaran Negara republic Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

8. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893).

9. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Daerah lstimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4134);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP (Lembaran Negara Tahun 1983Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258)

11. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3192);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3953);

14. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang teknik
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan PeraturanPemerintah, dan Rancangan Keputusan Presdiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1966 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

16. Peraturan Daerah (Qanun) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);

17. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2000 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4);

18. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5);

Dengan Persetujuan


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI NANGGROE ACEH

MEMUTUSKAN

Menetapkan

:

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TENTANG MAISR (PERJUDAN)

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah GUBERNUR beserta perangkat lain Pemerintah Daerah Istimewa Aceh sebagai badan eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota beserta perangkat lain pemerintah Kabupaten/Kota sebagai badan eksekutif Kabupaten/Kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

4. GUBERNUR adalah GUBERNUR Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

5. Bupati/Walikota adalah BupatiiWalikota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

6. Camat adalah kepala pemerintahan di kecamatan.

7. Imeum Mukim/Kepala Mukim adalah pimpinan datam suatu kesatuan masyarakat hukum yang terdiri atas gabungan beberapa gampong.

8. Keuchik adalah Kepala pemerintahan terendah dalam suatu kesatuan masyarakat hukum di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri

9. Masyarakat adalah himpunan orangorang yang berdomisili di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

10. Mahkamah adalah Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/kota dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

11. Wilayatui Hisbah adalah lembaga yang bertugas membina, mengawasi dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan amar makruf nahi mungkar.

12. Polisi adalah Polisi Nanggroe Aceh Darussalam yang diberi tugas dan wewenang khusus menangani pelaksanaan penegakan Syari’at Islam.

13. Penyidik adalah Penyidik Umum dan/atau penyidik Pegawai Negeri Sipil,

14. Penyidik pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh GUBERNUR yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan pelanggaran Syari’at Islam,

15. Jaksa adalah Jaksa Nanggroe Aceh Darussalam diberi tugas dan wewenang menjalankan tugas khusus dibidang Syari’at Islam;

16. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi tugas dan wewenang khusus untuk melaksanakan penuntutan di bidang Syari’at dart melaksanakan penetapan dan putusan hakim Mahkamah;

17. Pejabat yang berwenang adalah Kepala Polisi Nanggroe Aceh Darussalam dari/atau pejabat lain di lingkungan yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

18. Jarimah adalah perbuatan yang diancam dengan Uqubah qishasil-diat, hudud, dan ta’zir.

19. Uqubat adalah ancaman ‘uqubat terhadap pelanggaran jarimah.

20. Maisir (peijudian) adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran.

BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2


Ruang Ungkup arangan maisir dalam Qanun ini
adalah segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan serta keadaan yang mengarah kepada taruhan dan dapat berakibat kepada kemudharatan bagi pihak-pihak yang bertaruh dan orangorang/lembaga yang ikut terlibat dalam taruhan tersebut.

Pasal 3


Tujuan larangan maisir (perjudiari) adatah untuk:

(1) Memelihara dan melindungi harta benda/kekayaan;

(2) Mencegah anggota mayarakat melakukan perbuatan yang mengarah kepada maisir;

(3) Melindungi masyarakat dan pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan/atau perbuatan maisir;

(4) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perbuatan maisir.

BAB III
LARANGAN DAN PENCEGAHAN

Pasal 4


Maisir hukumnya haram.

Pasal 5

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir.

Pasal 6

(1) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menyelenggarakan dan/atau memberikan fasititas kepada orang yang akan melakukan perbuatan maisir.

(2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menjadi peUndung terhadap perbuatan maisir.

Pasal 7

Instansi Pemerintah, dilarang memberi zi penyelenggaraan maisir.


Pasal 8


Setiap orang atau kelompok atau institusi masyarjakat berkewajiban mencegah terjadinya perbuatan maisir.


BAB IV
P
ERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 9

(1) Setiap anggota masyarakat berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan maisir

(2) Setiap anggota masyarakat diharuskan melapor kepada pejabat yang berwenang baik secara lisan maupun tulisan apabila mengetahui adanya perbuatan maisir.

Pasal 10

Dalam hal pelaku pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, 6, dan 7 tertangkap tangan oleh warga masyarakat, maka pelaku beserta barang bukti segera diserahkan kepada pejabat yang berwenang


Pasal 11


Pejabat yang berwenang wajib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan bagi pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan/atau orang yang menyerahkan pelaku sebagamana dimaksud dalam Pasal 10.

Pasal 12

Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 apabila lalai dan/atau tidak memberikan perlindungan/jaminan keamanan kepada pelapor dapat dituntut oleh pihak pelapor dan/atau pihak yang menyerahkan tersangka.

Pasal 13

Tata cara penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diajukan ke Mahkamah.

BAB V
PENGAWASAN
DAN PEMBINAAN

Pasal 14

a. Gubernur, Bupati/Walikota, camat, imum Mukim dan keuchik berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, 6, dan 7.

b. Untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan Qanun ini, Gubernur, dan Bupati/Walikota membentuk Wilayatul Hisbah.

c. Susunan dan Kedudukan Wilayatul Hisbah diatur ebih lanjut dengan Keputusan Gubernur setetah mendengar pendapat Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU).

Pasal 15

(1) Dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, pejabat Wilayatul Hisbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) yang menemukan pelaku pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, 6, dan 7, menyerahkan persoalan itu kepada Penyidik.

(2) Dalam melaksanakan fungsi pembinaannya, Pejabat Wilayatul Hisbah yang menemukan pelaku jarimah maisir dapat memberi peringatan dan pembinaan terlebih dahuu kepada pelaku sebelum menyerahkannya kepada Penyidik.

Pasal 16


Wilayatul Hisbah dapat mengajukan gugatan pra-peradilan kepada Mahkamah apabila Iaporannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tidak ditindakianjuti oleh penyidik tanpa suatu alasan yang sah setelah jangka waktu 2 (dua) bulan sejak laporan diterima penyidalk.

BAB VI
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN

Pasal 17

Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran maisir dilakukan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sepanjang tidak diatur dalam Qanun ini.

Pasal 18

Penyidik adalah:

a. Pejabat Polisi Nanggroe Aceh Darussalam;

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan bidang Syari’at lslam

Pasal 19

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a mempunyai wewenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dan seseorang tentang adanya janimah Maisir;

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seseorang tersangka danmemeriksa tanda pengenal tersangka;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledehan dan penyitaan;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. mengambii sidik jari dan memotret seseorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa, sebagai tersangka atau saksi;

h. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan jarimah dan memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluanganya dan Wilayatul Hisbah

j. mengadakan tindakan lain menurut aturan hukum yang berlaku.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berada di bawah koordinasi penyidik umum.


Pasal 20

Setiap penyidik yang mengetahui dan/atau menerima laporan telah terjadi pelanggaran terhadap larangan maisir wajib segera melakukan penyidikan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 21

Penuntut umum menuntut perkara jarimah maisir yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.

Pasal 22

Penuntut umum mempunyai wewenang:

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dan penyidik;

b. mengadakan pra-penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dan memberi petunjuk dalam rangka penyempumaan penyidikan dan penyidik;

c. membeni perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau mengubah sifatus tahanan setelah perkarenya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. menumpahkan perkara ke Mahkamah;

f. menyampaikan pembenitahlian kepada terdakwa tentang ketentuan han dan waktu perkara disidangkan yang disertai sunat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

g. melakukan penuntutan;

h. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut hukum yang berlaku;

i. melaksanakan putusan dan penetapan hakim.

BAB VII
KETENTUAN ‘UQUBAT
Pasal 23

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diancam dengan ‘uquba cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali.

(2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha Non Instansi Pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dan 7 diancam dengan ‘uqubat atau denda paling banyak Rp. 35.000.000.(tiga puluh Lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000. (Lima belas juta rupiah).

(3) Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, 6 dan 7 adalah jarimah ta’zir.

Pasal 24


Denda sebagaimana dmaksud dalam Pasal 23 ayat (2) merupakan penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal.

Pasal 25


Barang-barang/benda-benda yang digunakan dan/atau diperoleh dan jarimah maisir dirampas untuk Daerah atau dimusnahkan.


Pasal 26


Pengulangan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, 6 dan 7 ‘uqubatnya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ‘uqubat maksimal

Pasal 27


Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6

a. apabila dilakukan oleh badan hukum/badan usaha, maka ‘uqubatnya dijatuhkan kepada penanggung jawab;

b. apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain sanksi ‘uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), dapat juga dikenakan ‘uqubat administratif dengan mencabut atau membatalkan izin usaha yang telah diberikan;

BAB VII
PELAKSANAAN ‘UQUBAT

Pasal 28

(1) ‘Uqubat cambuk dilakukan oleh seorang petugas yang ditunjuk oleh Jaksa Penuntut Umum.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Jaksa Penuntut Umum harus berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Qanun ini dan/atau ketentuan yang akan diatur dalam Qanun tentang hukum formil.

Pasal 29


(1) Pelaksanaan ‘uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Perundaan pelaksanaan ‘uqubat hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan dan Kepala Kejaksaan Negeri apabila terdapat hal-hal yang membaliayakan terhukum setelah rn3ndapat keteyangan dokter yang berwenang.

Pasal 30


(1) ‘Uqubat cambuk dilakukan di suatu tempat yang dapat disaksikan orang banyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan dokter yang ditunjuk.

(2) Pencambukan dilakukan dengan Rotan yang berdiameter antara 0.75 cm sampai 1 (satu) senti meter, panjang 1 (satu) meter dan tidak mempunyai ujung ganda/dibelah.

(3) Pencambukan dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala, muka, leber, dada dan kemaluan.

(4) Kadar pukulan atau cambukan tidak sampai melukai.

(5) Terhukum laki-Iaki dicmbuk dalam posisi berdiri tanpa penyangga, tanpa dilkat, dan memakai baju tipis yang menutup aurat. Sedangkan terhukum perempuan dalam posisi duduk dan ditutup kain di atasnya.

(6) Pencambukan terhadap perempuan hamil setelah 60 (enam puluh) hari yang bersangkutan melahirkan.

Pasal 31

Apabila selama pencambukan timbul hal-hal membahayakan terhukum berdasarkan pendapat dokter yang ditunjuk, maka sisa cambukan ditunda sampai dengan waktu yang memungkinkan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32


Sebelum adanya hukum acara yang diatur dalam Qanun tersendiri, maka Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981), dan Peraturan Perundang-undangan lainnya tetap berlaku sepanjang tidak diatur di dalam Qanun ini.


BAB X
KETENTUAN PEN UTUP
Pasal 33


Hal-hal yang menyangkut dengan teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 34


Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memeririntahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran daerah Provins Nanggroe Aceh Darussalam

Disahkan di Banda Aceh
Pada tanggal, l5 Juli 2002
15 Jumadil Awal 1424 H


GUBERNUR

PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Dto

ABDULLAH PUTEH


Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh

pada tanggal 16 Juli 2004 M

16 Jumadil Awal 1424 H

SEKRETARIS DAERAH PROPINSI

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Cap/Dto

THANTAWI ISHAK

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2003 NOMOR 26 SERI D NOMOR 13

Your Ad Here

Informasi Google


API

API atau antarmuka pemrograman aplikasi merupakan antarmuka yang dapat digunakan aplikasi atau sistem komputer untuk mengakses kumpulan fungsi atau program dari pihak ketiga. Lebih khusus, AdSense API adalah layanan beta gratis yang dapat digunakan pengembang situs Web untuk mengintegrasikan AdSense ke penawaran situs Web.

BPT (biaya per tindakan)

BPT (biaya per tindakan) adalah jumlah yang akan dibayarkan pengiklan bila pengguna menyelesaikan tindakan tertentu. Misalnya, sebuah maskapai penerbangan dapat membayar BPT tertentu setiap kali pengguna mengklik iklan dan membeli tiket pesawat mereka.

BPT Efektif

Bagi penayang, BPTe (biaya per seribu tayang efektif) adalah cara yang bermanfaat untuk membandingkan penghasilan di berbagai saluran dan program iklan. BPTe dihitung dengan membagi penghasilan total terhadap jumlah tayangan dalam ribuan. Misalnya, jika penayang memperoleh $180 (atau yang setara dengan mata uang domestik) dari 45.000 tayangan, maka nilai BPTe adalah $180/45, yakni sebesar $4,00 (atau yang setara dengan mata uang domestik). Namun, perlu diketahui bahwa BPTe adalah fitur laporan yang tidak menunjukkan jumlah pembayaran sebenarnya kepada penayang.

Crawler

Crawler, yang disebut juga spider atau bot, adalah perangkat lunak yang digunakan Google untuk memproses dan mengindeks konten halaman Web. Crawler AdSense akan mengunjungi situs Anda untuk menentukan kontennya agar dapat menyediakan iklan yang relevan.

 

Pembayaran

Kolom Pembayaran pada halaman Riwayat Pembayaran akan menampilkan pembayaran yang telah dikirimkan kepada Anda melalui cek atau Transfer Dana Elektronik. Anda dapat mengklik link rincian yang terkait dengan pembayaran untuk mendapatkan rincian tambahan tentang tanggal dan jumlah pembayaran serta informasi pelacakan dan kurs, jika sesuai.

 

Penargetan penempatan

Pengiklan menggunakan fitur ini untuk menargetkan iklan ke penempatan terpisah di jaringan AdSense yang akan menjalankan iklan mereka. Iklan dapat ditempatkan di seluruh situs Web atau subkumpulan unit iklan tertentu dalam situs tersebut, misalnya hanya unit iklan pada halaman olahraga atau semua unit iklan di bagian atas halaman.

 

Penyesuaian

Penghasilan Anda dapat mencakup debet atau kredit untuk berbagai alasan yang semuanya terdapat pada halaman Riwayat Pembayaran. Kemungkinan penyesuaian mencakup:

  • Biaya AdSense untuk pencarian : sebagaimana tercantum dalam Persyaratan dan Ketentuan Google AdSense , penghasilan AdSense untuk pencarian Anda mungkin sama dengan biayanya. Hal ini hanya berlaku untuk sejumlah kecil penayang. Untuk informasi lebih lanjut, telusuri Dukungan AdSense .
  • Biaya cek : biaya yang dikaitkan dengan pengiriman cek khusus, atau permintaan penghentian pembayaran
  • Klik yang tidak valid : penayang tidak akan menerima pembayaran untuk klik yang ternyata tidak valid. Jika klik yang saat ini ditampilkan dalam laporan Anda dianggap tidak valid, maka penghasilan akan disesuaikan dan dana pengiklan akan dikembalikan.
  • Lainnya : mencakup debet atau kredit yang tidak disertakan dalam kategori lainnya, seperti yang dikaitkan dengan transfer penghasilan atau biaya yang terkait dengan pengiriman cepat aman. Kategori ini juga mencakup pengurangan penghasilan tidak rutin yang diperoleh dari pengiklan yang tidak membayar, seperti tercantum dalam bagian Pembayaran pada Persyaratan dan Ketentuan .

Performa jaringan

Performa jaringan adalah peringkat bertanda bintang yang dapat membantu Anda menentukan produk untuk diarahkan. Setelah kami memiliki data yang memadai untuk membuat prediksi andal, kami akan menetapkan peringkat bertanda bintang pada setiap produk yang menunjukkan perkiraan tentang performa produk tersebut terhadap produk lainnya yang Anda pilih. Perlu diketahui bahwa prediksi ini tidak selalu tepat dan bahwa performa akan bervariasi, tergantung pada berbagai faktor, termasuk cara Anda menentukan penerapan iklan di situs Anda.

Unit AdSense

Unit AdSense adalah unit iklan yang disimpan dengan kumpulan pengaturan iklan tertentu yang telah disesuaikan dalam account Anda. Bila Anda membuat unit AdSense, kemudian menyisipkan kode bagi unit tersebut pada halaman, Anda dapat memperbarui pengaturan unit AdSense dalam account untuk melihat perubahan pada semua halaman yang menampilkan kode unit AdSense tersebut.